Kamis, 02 Juni 2011

iseng-iseng ikut lomba CERPEN :P


Merengkuh Rembulan di Mendung Kelabu
    Plak! Aku masih belum tersadar akan takdir ini, takdir? Ya, hari ini momen spesial, peristiwa yang ku harapkan terjadi sekali seumur hidupku. Tapi kenapa aku tak bisa menerima semua ini?? Aku seperti terhipnotis dengan keadaan ini. Terhipnotis oleh semua kejadian yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
    Ciiiiit…bunyi pintu kamarku yang telah tua dimakan usia, “Assalamu’alaikum..Mas Fadhil udah di tunggu semua keluarga di lantai bawah, kasihan mereka udah menunggu mas cukup lama terutama mbak Fitria, Ayo segeraturun?”, pinta Nisa adikku, ia yang telah menceritakan semua yang terjadi padaku ini tadi  pagi.
 “Iya dek, afwan..mas tadi agak diarejadi harus bolak-balik kamar mandi”, ucapku menutupi kegundahan hatiku yang terus berkecamuk. Seperti bisa membaca pikiranku, Nisa tiba-tiba mendekat dan duduk disampingku “Mas, ayolah ini semua sudah jadi keputusan keluarga, mas gak kasihan sama Ibu yang udah susah payah mencari yang terbaik buat mas? Sebagai laki-laki mas harus berani menghadapi apapun, mas sebagai nahkoda rumah tangga nantinya..Ayolah, bismillah pasti bisa!”, Nisa menyemangatiku, aku masih saja duduk lemas. Sekejap muncul wajah-wajah orang-orang yang sangat kucintai silih berganti dalam imajinasiku.
Ya, bismillah aku kuat, aku pasti bisa! Aku berdiri melemaskan otot-otot dan berusaha menghilangkan rasa  sakit pada tanganku yang masih mengepal. Ayo, Nis, Mas udah siap Insya Allah..Ku langkahkan kakiku mantap menuju lantai bawah, semua menatapku bahagia, terutama Umiku beliau tersenyum bangga padaku.
    Pernikahan ini bukanlah main-main, aku berusaha memantapkan hatiku yang masih saja resah walau sudah berkali-kali aku kuatkan. Aku mencari sosok  Marisa,  gadis yang cukup dekat denganku, dia yang sangat ku harapkan duduk sebagai mempelai wanita, bukan Fitria.
Demi ibu dan keluargaku tercinta, aku ucapkan akad nikah dengan lancar, namun hatiku masih saja berontak.

…………………
    Waktu mulai larut, matahari kembali ke peraduannya digantikan Sang Bulan,  aku sama sekali belum melihat bagaimana paras istriku, Fitria. Raga ini turut berontak hingga melihatnya pun enggan, begitu teganya aku sebagai suami. Masih dengan kegalauan perasaanku, aku memutuskan untuk tidak tidur sekamar dulu layaknya pasangan suami istri baru.  
    Aku keluar menemui Nissa adikku, aku ingin menumpahkan semua yang berkecamuk dalam hatiku. “Nis, mas mau ngobrol sebentar?” pintaku pada Nissa yang sedang kumpul bersama keluarga. Aku mengajaknya ke taman belakang. “Mas, kok nggak nemenin mbak Fitria di kamar?”, tanyanya padaku. “Nis, kamu nggak melihat kegundahan mas? Jujur mas masih saja belum sepenuhnya ridho, mas masih mengharapkan Marisa. Mas belum mengerti ini semua, kenapa bisa terjadi? Kenapa aku harus menikahi wanita yang sama sekali nggak aku kenal? Kenapa kamu sama Umi begitu ngotot mengusulkan fitria untuk menjadi istriku?”, aku keluarkan semua pertanyaan yang berkecamuk hingga detik ini aku bernafas. “Mas, maaf sebelumnya aku sama Umi nggak bermaksud membuat mas menderita, kami pikir Fitrialah yang terbaik buat mas”, ucap Nissa padaku.


Jeedeeeeer, Zzzzt!
Seperti tersambar petir, aku mendengarkan semua penjelasan Nissa.  Aku baru tahu bahwa istriku adalah seorang janda dengan satu anak laki-laki. Fitria masih cukup muda, suaminya meninggal ketika berangkat haji di Mekah.
Aku sangat merasa bersalah, tiba-tiba muncul rasa simpatiku terhadap Fitria. Ia sosok yang sabar, tabah dan baik hati begitu kata adikku Nissa. Perlahan-lahan muncul rasa penasaran terhadap Fitria bagaimana parasnya sampai detik ini aku belum melihatnya, namun kali ini  egoku mengalahkan rasa penasaran itu. Aku putuskan masuk ke kamar lain untuk bersujud pada-Nya, lalu lekas tidur serambi menanti esok hari yang masih menjadi misteri.
Yaa Alloh, betapa aku jahat sekali pada Fitria, wanita yang kini menjadi pendamping hidupku.
Betapa aku telah menyakiti perasaannya, Yaa Robb…
Aku tak menghiraukannya sama sekali, padahal dia istriku.
Aku yang telah resmi menjadi imam di kehidupannya, tapi masih saja mengharap  cinta yang lain…
Cinta masa laluku yang begitu besar.
Aku berdosa.
Aku dzolimi dia…
Ampuni aku, Yaa Alloh…
Ampuni segala kekeliruan yang telah aku perbuat.
Namun aku tak mampu menerima takdir ini, aku belum bisa menerima dia di kehidupanku menggantikan cintaku pada Marisa.  Namun, Ya Robb yang Maha Membolak-balikan hati, jika memang Fitria adalah yang terbaik untukku aku siap menerimanya dalam keadaan apapun dia, aku siap melupakan cintaku pada Marisa..Mohon berilah petunjuk, Ya Allah..
 Tunjukkanlah jalan terbaik pada hamba-Mu ini  Ya Robb..
Aku akan sangat berdosa jika berlaku seperti ini terus kepada istriku, Ya Allah..
Aku mohon maafkan hamba, berilah kekuatan padaku untuk menjalani serangkaian lika-liku kehidupan ini..
Amien..amien…amien…
Yaa Robbal’alamien…

    Munajatku ba’da sholat isya’. Aku masih juga terduduk bersimpuh. Segala perasaanku, aku paksakan terucapkan padaNya. DIA, Dzat yang lebih tahu apa yang terjadi pada diriku. Aku yakin, DIA bisa memberikan jawaban yang tepat bagi kegelisahanku. Sudah saatnya manusia tak lagi menggantungkan harapan dan hatinya pada manusia lain. manusia hanya perlu menggantungkan harapan dan hati seutuhnya pada Sang Pencipta. Inilah kunci sukses dunia-akhirat.

…………………

    Aku kesiangan bangun pagi ini, aku terlalu lelah berkutat dengan alam batinku. Konflik batin yang begitu berat. Seusai sholat Subuh, aku masih berada dalam keraguan, apakah aku benar-benar sudah menikah atau belum. Masih merasa seperti mimpi, mimpi buruk, pikirku.
    Pagi ini rasa penasaranku makin membara, walau belum sepenuhnya menerima. Egoku mulai luluh, aku ingin melihat Fitria, orang yang kini sah menjadi istriku.
Aku putuskan, sebagai seorang laki-laki muslim aku harus mulai belajar mengikhlaskan segala keputusan yang telah aku ambil. Aku buka pintu kamarku dimana Fitria tadi malam tidur, namun tak ku temukan sosoknya. Aku hanya ingin sekedar menyapanya dengan niat utama melihat parasnya.
    Mentari pagi begitu bersahabat, sinar hangatnya mulai masuk melalui celah-celah kecil disisi-sisi rumahku. Aku ingin menghirup udara pagi ini merasakan kehangatan surya pagi dengan sinarnya yang mungkin bisa sedikit menenangkan hatiku. Aku keluar dari rumah untuk sekedar jalan-jalan pagi, di sudut jalan ku temukan segerombolan perempuan terdiri dari enam orang yang sebagian wajahnya ku kenali. Ada teman SMAku disana yang kebetulan tetanggaku juga. Aku melihat sekilas satu persatu “Put, aku udah nikah ya? Siapa sih istriku? Kamu bukan? Putri tersenyum menahan tawa “ Iya, kamu udah nikah. Tapi bukan aku istrimu. Istrimu itu lho mbak Fitria”, jelas Putri sambil menunjuk perempuan yang paling ujung, yang telah ku lewati dan aku tak mengenalnya. Mendengar penjelasan Putri, aku langsung bergumam “Oh, pantesan waktu aku melewati sosoknya, ia tersenyum padaku namun aku tak menghiraukannya.
    Aku belum melihat wajah istriku dengan jelas. Aku merasa memiliki hak atas istriku, dengan spontan aku panggil dia “Dik, mau kemana?”, tanyaku sambil berharap dia tidak marah denganku yang telah mengacuhkan dia seharian kemarin. Diapun menoleh dan Waaaw, Subhanallah aku berdecak kagum seperti melihat seorang bidadari yang turun ke dunia. Saat menolehpun ia sama sekali tak menyirtkan kemarahan justru senyuman manis yang menambah pesona kecantikannya.
    Kini perasaanku terombang-ambing sebagai laki-laki normal aku mulai senang bersyukur memperoleh istri secantik Fitria. Ada rasa sesal yang begitu mendalam telah mendzalimi dia kemarin.
Fitriapun menjawab dengan lembutnya “Mau jemput anak kita, Mas”.  Mendengar jawaban itu, aku langsung meresponnya “Tunggu mas Fadhil ya dik, mau mandi dulu?”, pintaku. Mungkin hanya dengan ini aku berharap dapat memperbaiki sikapku padanya dan yang pasti menebus segala kesalahan-kesalahanku. Akupun segera masuk dalam rumah menuju ke kamar mandi.

…………………
Riiiiiiiiiiiiing…riiiiiiiing…riiiiiiiiing!
Gubraaaak, alarmku bunyi berkali-kali..aku terjatuh dari tempat tidurku. Lagi-lagi aku kesiangan bangun, ku lihat Sony Ericksonku ada sebuah message dari sahabatku Irham.
“Fad, buruan ke kampus, dosennya udah di parkiran loh..”
Astaghfirulloh, pagi ini aku kesiangan bangun dan bakal telat ke kampus karena seonggok mimpi semalam, mimpi indah yang sarat akan hikmah terselubung yang disampaikan dari sang Khalik kepada insan-Nya.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar